Kamis, 01 November 2012

MEMINIMALISIR RADIASI PONSEL


MEMINIMALISIR RADIASI PONSEL
Sempat heboh saat WHO merilis tentang kemungkinan ponsel bersifat karsinogenik berbahaya bagi manusia. Hasil radiasi ini mengungkapkan bahwa pobsel mengandung zat seperti timbal, asap knalpot, dan kloroform. Hal ini terungkap setelah penelitian dilakukan oleh 31 ilmuwan dari 14 negara. Tim peneliti tersebut menemukan adanya peningkatan glikoma dan peningkatan resiko kanker otak akustik neuroma bagi  pengguna ponsel.
Studi lanjutan masih terus dilakukan untuk mencari efek-efek lain dari radiasi tersebut. Karena Badan Lingkungan Hidup Eropa independen ini  juga sedang mencari tahu resiko yang ditimbulkan dari radiasi tersebut. Tidak menutup kemungkinan resikonya sama besarnya dengan merokok. Belum lagi soal gelombang elektromagnetik yang sama bahayanya. Ini seprti efek yang ditimbulkan bagi tubuh masyarkat yang hidup terus di bawah tower Sutet, WiFi, dan BTS.
Ann Louise Gittleman, PhD, penulis buku best seller versi harian New York Times, memberikan sedikit tips untuk membatasi paparan radiasi ponsel ini. Yang pertama adalah dengan mengaktifkan speaker. Karena ketika mengobrol menggunakan speaker, akan mengurangi enegri atau tingkat radiasi ponsel. Karena kabel headset berfungsi sebagai antena. Akibatnya jadi semacam pengirim sejunlah radiasi elektromagnetik ke kepala.
Tips yang kedua adalah memaksimalkan SMS. Dengan mengrim SMS, justru membatasi durasi paparan radiasi dan menjaga jarak antara ponsel dari kepala dan tubuh penggunanya. Melakukan SMS pun tidak boleh sambil memangku ponsel. Khusus untuk pria, dapat merusak vitalitas dan motilitas sperma yang meningkat dan ini tidak baik untuk rahim. Jika ponsel tidak dipakai seperti malam hari, ada baiknya pilih offline mode. Dengan begitu, transmitternya mati namun ponsel tetap nyala.
Kemudian, ada baiknya menelpon dengan memindahkan ponsel dari telinga kiri lalu ke kanan maupun sebaliknya secara berulang-ulang. Hal ini bagus untuk membatasi paparan radiasi pada satu sisi kepala saja yang dikhawatirkan akan meningkatkan resiko tumor otak dan kanker kelenjar ludah pada telinga yang sering digunakan untuk mendengarkan ponsel.
Selanjutnya, ketika berada dalam kendaraan seperti mobil atau kereta yang melaju cepat, sebaiknya jangan gunakan ponsel. Karena secara otomatis memicu kekuatan sinyal hingga maksimum.  Tips lainnya jangan jangan menelpon terlalu lama agar paparan radiasi tidak menjadi komulatif.
Perangkat seperti smartphone, Blackberry, dan iPhone, rupanya menghasilkan emisi yang lebih tinngi dibanding ponsel biasa. Karena smartphone bergantung pada baterai untuk melakukan koneksi internet, dan sebagainya.
Tips aman terakhir adalah jangan pernah membawa ponsel di saku celana. Karena ada kecenderungan serapan radiasi pada jaringan testicular jauh lebih mudah dan cepat dibanding bagian tubuh lainnya. Begitu juga saat tidur, jauhkan ponsel dari kepala. Karena medan elektromagnetiknya biasa mengurangi melatonin pada tubuh dan menyapu radikal bebas yang dapat melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan DNA.

Ajisaka


Aji Saka
A long time ago there was a kingdom called Medang Kamulan. The kingdom of Medang Kamulan was ruled by Prabu Dewata Cengkar. The people in the kingdom were very scared by the king. It was because the king liked to eat human flesh. Once a week, he commanded his messenger, Patih Jugul Muda, to find him a human to eat.
Far away from the kingdom of Medang Kamulan, there was a village called Medang Kawit. A young man named Aji Saka lived there. Aji Saka was a brave young man. He loved to help people who needed help. One day, Aji Saka saw an old man lying unconscious on the ground. The old man was wounded. Some thieves just hit him and stole his money. Aji Saka then carried the old man to his hut. Soon after, the old man started to regain consciousness. “Where…am I?” he asked. “You’re in my house. You’re safe now,” said Aji Saka. It turned out that the old man was from the kingdom of Medang Kamulan. “Everybody was leaving Medang Kamulan,” the old man told Aji Saka. He also told him about Prabu Dewata Cengkar’s bad habit. “We were terrified, that’s why we left,” The old man said.
After he heard the explanation from the old man, Aji Saka decided to go meet Prabu Dewata Cengkar and make him stop the menace. With his magical white turban on his head, Aji Saka went to the kingdom. The turban was a gift from his Guru that could be used to fight evil. On his journey to Medang Kamulan, Aji Saka passed through a very dark forest where he met an evil genie. The genie blocked his path. “If you want to get through this forest, you must be my slave for ten years,” the genie demanded. Aji Saka refused to be the genie’s slave. The two of them then fight for seven days and seven nights, until at last Aji Saka came out as winner. The genie finally allowed Aji Saka to pass through the forest.
When Aji Saka arrived in the kingdom of Medang Kamulan, the king was angry to Patih Jugul Muda. He was not able to find the king some humans. “If you can’t find me any humans, I’ll eat you instead,” Prabu Dewata Cengkar said to Patih Jugul Muda. After Patih Jugul Muda left, Aji Saka revealed himself. Prabu Dewata Cengkar’s eyes suddenly widened upon seeing Aji Saka. He could already imagine how delicious his meat would taste. “Who are you?” asked Prabu Dewata Cengkar. “I am Aji Saka from the village of Medang Kawit,” Aji Saka answered. “Ha...ha...ha.... I’m glad you came here. You would be my meal. I'm starving,” said the king.
“I would gladly let you eat me, but I want something in return.” Aji Saka said. “What is it that you want?” asked Prabu Dewata Cengkar. “I want a land as large as my turban,” said Aji Saka. He then took off his turban and threw it on the ground. Prabu Dewata Cengkar agreed. He himself would measure the land with Aji Saka’s turban. Suddenly the turban grew bigger and bigger. It just kept on stretching until it finally covered the whole kingdom. Prabu Dewata Cengkar was angry. He then attacked Aji Saka. But, then the turban wrapped itself around him and began to strangle him. The turban then threw the king’s body to the South Sea. The waves carried Prabu Dewata Cengkar away until he finally drowned and died.
Aji Saka then asked the people of Medang Kamulan to come back to the kingdom. They all thanked the brave Aji Saka. They also agreed to make Aji Saka to be their king. Aji Saka then ruled the kingdom wisely. Under the leadership of Aji Saka, Medang Kamulan become a peaceful and prosperous kingdom.